Pandangan Kontruktivisme dalam Pembelajaran PKn

 on Selasa, 16 Agustus 2011  


Pandangan Kontruktivisme dalam Pembelajaran PKn
Menurut Suparno (dalam Juliawan,2010:22), secara  sederhana kintruktivis beranggapan bahwa,
“pengetahuan manusia itu merupakan kontruksi (bentukan) dari pikiran manusia yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu merupakan bentukan oleh siswa secara aktif, tidak hanya diterima secara pasif dari guru mereka. Secara umum , prinsip-prinsip yang sering diambil dari kontruktivisme, antara lain (1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, (2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa, (3) mengajar adalah membatu siswa belajar, (4) tekanan pada proses belajar lebih pada proses bukan hasil pada hasil akhir, (5) kurikulum menekankan partisipasi siswa, dan (6) guru sebagai fasilitator. Siswa yang belajar secara kontruktivis akan membangun pengetahuan sendiri didalam pikiran dengan schemata-skemata yang dimilikinya”
Pembelajaran kontruktivis berasumsi bahwa siswa belajar sedikit demi sedikit dari konteks yang terbatas kemudian siswa mengkontruksi sendiri pemahamannya dan pemahaman tersebut diperoleh dari pengalaman belajar yang bermakna (Lasati,2007:49)
            Kontruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (Kontruksi) kita sendiri (Ghazali.2002:115). pengetahuan bukan tiruan dari realita, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil kontruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep dan ksema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut.
            Pengetahuan juga terbentuk sebagai akibat proses yang aktif dan imaginatif dari berinteraksinya struktur kognisi seseorang dengan stimulus lingkungan (Sukadi,2007:108). Dalam proses ini manusia melakukan tranformasi struktur kognisinya agar dapat memahami dunia realitas menurut makna yang dibentuknya sendiri. Disini tidak berarti bahwa pengetahuan dibentuk melalui proses berpikir indiksi yang biasa, Karena pada hakekatnya dalam proses perkembangan pengetahuan manusia, pengetahuan berakumulasi dan merupakan proses yang aktif dari manusia untuk memamfaatkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dalam membangun pengetahuan yang terus berkembang menjadi semakin komplek dan abstrak. Jelaslah pengetahuan itu tidak bersifat deterministik/kaku, melainkan relatif karena ia harus secara terus menerus di uji dalam pengalaman manusia yang terus berkembang dalam berinteraksi dengan lingkungan.
            Piaget (dalam Sukadi,2007:109) berkeyakinan bahwa identik dengan perkembangan struktur organisasi yang melakukan adaptasi terhadap lingkungan, keadaan mental atau pikiran juga memiliki struktur yang terus beradaptasi melakukan transformasi diri dam melakukan transformasi lingkungan sehingga dapat mengembangkan pikirannya untuk dapat selaras dan menguasai objek dan lingkungan yang dipelajarinya. Dengan pandangan seperti itu pieget berkesimpulan bahwa pengetahuan itu adalah bentuk pikiran manusia yang terus berkembang dan berproses sebagai konsekuensi manusia berinteraksi dengan lingkungan yang terus dipelajarinya..
            Diyakini bahwa pikiran manusia itu memiliki struktur kognisi yang disebut dengan skema/schemata. Skemata itu pada dasarnya adalah susunan kontruksi yang terorganisasi dari gagasan-gagasan, konsep, proposisi, prinsip-prinsif, hukum, fakta, nilai-nilai dan sebagainya yang terbentuk dan berkembang karena distimulus dalam interaksi dengan lingkungan. Berkembangnya schemata-skemata itulah yang kemudian membentuk pengetahuan yang terus di uji validitasnya karena makin dapat digunakan untuk memahami seluruh fenomena lingkungan alam dan social sehingga dapat memecahkan masalah-masalah kehidupan yang muncul. Jadi pengetahuan itu bukanlah dunia realita yang terlepas dari pikiran manusia melainkan ada dalam pikiran manusia yang sedang dalam proses mengetahui dunia realita (Sukadi, 2007:109)
            Dari uraian diatas  dapatlah ditarik kesimpulan tentang hakekat pengetahuan menurut pandangan kontruksivisme antara lain : (1). Pengetahuan yang sedang terjadi bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, melainkan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subyek; (2) subyek membentuk skema kognitif; katagori,konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan; dan (3) pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dan berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.
            Para pendidik yang telah ada mencoba mewujudkan paradigma kontruktivisme di dalam kelas kemudian  mendeskripsikan prinsip-prinsip pembelajaran berdasarkan paradigma tersebut.
Dalam Wikipedia (2010:1), Pendekatan Kontruktivisme mempunyai beberapa konsep umum  seperti :
1.      Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.      Dalam Konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengalaman mereka.
3.      Pentingnya membina pengetahuan aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.      Unsur terpenting dalam teori ini adalah seseorang Pembina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membantingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudag ada.
5.      Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seseorang pelajar menyadari gagasan- gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan
6.      Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan denganpengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Sedangkan Fosnot (dalam Ghazali,2002:120) menformulasikan 5 prinsip belajar menurut paradigma kontruktivisme yang satu sama lain berjalinan, yaitu (1) Menghadapkan peserta didik kepada problem (masalah) yang saling berkaitan, (2) membuat struktur pembelajaran lewat konsep pokok dan di sekitar pikiran dasarnya (3) mendorong dan menghargai munculnya pandangan dari dalam diri peserta didik (4) kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan dan  kemauan  peserta didik, dan (5) selalu menilai kemajuan peserta didik melalui konteks pembelajaran. Kelima prinsip akan menjadi  lebih hidup subur di dalam kelas apabila guru dengan ikhlas menerima dan  mendorong  tumbuhnya otonomi  dalam diri siswa, data mentah hasil belajar dan sumber utama rekaman hasil belajar lainnya dijadikan dasar untuk meneliti kemajuan belajar siswa. Kelas akan menjadi hidup dan suasana kelas konstruktivisme akan mendapatkan lahan yang subur apabila guru menerima dengan dada terbuka dan memberikan tempat  terhadap munculnya pikiran siswa, rasa ingin tahu, keinginan meneliti, dialog guru-siswa dan siswa-siswa, serta keberanian mempersoalkan sesuatu yang belum jelas.
Berdasarkan teori konstruktivisme maka dapat dikatakan bahwa belajar merupakan proses mengasimilasi dan menghubungkan informasi baru dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan. Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang aktif, dimana belajar membangun sendiri pengetahuannya. Menurut konstruktivisme, pebelajar sendirilah yang bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
Setiap pebelajar mempunyai cara sendiri untuk mengkonstruksi pengetahuannya. Maka penting bagi setiap pebelajar untuk mengerti kekhasannya, juga keunggulan dan kelemahannya dalam belajar. Mereka perlu  menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Setiap pebelajar mempunyai cara  yang cocok dalam mengkontruksikan pengetahuannya yang kadang dapat berbeda dengan teman-temannya yang lainnya. Oleh karena itu, pemberian otonomi belajar bagi siswa merupakan hal yang penting dalam memajukan belajar seseorang. Pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa secara aktif membina pengetahuannya melalui otonomi yang ia miliki.
Pandangan kontruktivisme terhadap pembelajaran PKn sekarang ini sangatlah penting mengingat pembelajaran PKn merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang harus diajarkan pada siswa dari jenjang Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Penelusuran prinsip-prinsip pembelajaran PKn menurut pandangan kontruktivisme memelurkan analisis pemikiran dan interprestasi yang hati-hati. Sebabnya adalah teori ini menjelaskan perubahan yang kualitatif kecerdasan seseorang hingga kemampuan berpikir logis yang dapat memahami dunia realita dalam fenomena dan permasalahannya.
 Piaget dalam Sukadi (2007:113) merekomendasikan penggunaan model pembelajaran siswa aktif yang memungkinkan siswa menemukan dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan kebenaran yang dipelajarinya khususnya dalam pembelajaran PKn. Dalam proses pembelajaran Pkn ada beberapa isu yang harus diperhatikan dalam proses belajar-mengajar. Pertama, ada isu yang terkait dengan perkembangan kognesi yang harus diperhatikan, yaitu masalah perbedaan individu dalam belajar PKn, masalah kesiapan belajar, dan masalah motivasi siswa dalam belajar. Dalam masalah perbedaan individual, pandangan kontruktivis, terutama lagi pada kontruktivis sosial, menekankan pentingnya guru memahami perbedaan individu dalam pemilikan pengetahuan awal terutama juga terkait dengan pengaruh budaya tertentu terhadap pembentukan struktur kognisi seseorang dan sekelompok orang tertentu ( Pieget dalam Sukadi,2007:114).
Dalam masalah kesiapan belajar siswa khususnya dalam pembelajaran PKn pandangan kontruktivis memaknainya baik sebagai kapasitas individu untuk mengasimilasi informasi baru, maupun dalam hubungan dengan kontruktivis struktur kognisi yang logis. Ini tidak berarti paham kontruktivis terutama Pieget, mensyaratkan segi kematangan siswa sesuai dengan tahap perkembangan. Dalam hal ini menyatakan bahwa untuk perolehan belajar, siswa perlu memiliki pengalaman terhadap lingkungan, siswa perlu beraktivitas mandiri dan siswa perlu berinteraksi dengan lingkungan sosial.
Kedua, ada beberapa isu yang juga harus diperhatikan oleh guru dalam kaitannya dengan pembelajaran PKn di kelas, antara lain : perlunya guru memfasilitasi perkembangan keterampilan belajar (how to leam learning skills),  tranfer belajar dan pembelajaran denganp pemecahan masalah (teaching ploblem solving). Keterampilan belajar yang pada dasarnya merupakan kemampuan individu untuk mengorganisir prilakunya secara efisien atau mencoba langkah-langkah untuk memecahkan beberapa masalah yang ditetapkan sebelumnya, dapat dicapai melalui kegiatan memunculkan masalah, mengkaji permasalahan dan mengkaji jawaban-jawabannya. Guru juga perlu membantu siswa dalam menberikan pengetahuan melalui proses generalisasi konsep pada berbagai dimensi fenomena atau permasalahan. Akhirnya guru juga perlu menfasilitasi siswa untuk belajar memecahkan masalah melalui penerapan prinsip-prinsip PKn untuk menemukan tujuan pembelajaran yang sebenarnya.
Sesuai dengan Kurikulum Standar Nasional PKn untuk pendidikan dasar dan menengah disebutkan visi PKn adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada pengembangan kemampuan individu sehingga menjadi warga negara yang cerdas, partisipatif dan bertanggung jawab yang pada gilirannya mampu mendukung berkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara indonesia yang cerdas dan berbudi luhur (Arsa,2009:12)
Sedangkan misi yang diemban mata pelajaran PKn adalah sebagai berikut:
1.      Memanfaatkan kenyataan dan kecendrungan masyarakat yang semakin tranparan, tuntutan kendali mutu yang semakin mendesak dan proses demokratisasi yang semakin intens dan meluas sebagai konteks dan orientasi pendidikan demokrasi.
2.      Memanfaatkan substansi sebagai disiplin ilmu yang relavan sebagai pedagogis untuk menghasilkan dampak intruksional dam pengiringnya berupa wawasan, disposisi dan keterampilan kewarganegaraan sehingga dihasilkan desain kurikulum yang bersifat interdisiplin.
3.      Memanfaatkan sebagai konsep, prinsip dan prosedur pembelajaran yang memungkinkan para peserta didik mampu belajar demokrasi dalam situasi yang demokratis dan meningkatkan mutu kehidupan masyarakat yang lebih demikratis (Arsa,2009:12-13)

           Berdasarkan visi dan  misi tersebut, esensi dan substansi pembelajaran PKn si sekolah Menengah Pertama (SMP) difokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadiwarganegara indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
           Untuk itulah, menurut Djahiri (dalam Arsa, 2009:13) mengemban misi program pensisikan politik, demokrasi, hukum, HAM, dan nilai moral luhur budaya bangsa atau akhlak mulia bangsa indonesia serta keilmuan atau pengetahuan  hak ikhwal berbagsa dan bernegara. Berdasarkan misi PKn tersebut diatas, mata pelajaran PKn harus dinamis dan mampu menarik perhatian peserta didik, yaitu dengan cara sekoalah membantu siswa mengembangkan pemahaman akan pentingnya materi dan subtansi dari pembelajaran PKn. Melalui pembelajaran yang bermakna siswa diharapkan dapat mengembangkan kemampuan intelektualnya dan dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan pada tingkat kelas dan sekolah mereka sendiri.
           Dilihat dari struktur akademiknya, maka pembelajaran PKn dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu :
1.      Dimensi pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge). Dimensi ini mencakup bidang politik, hukum dan moral. Secara lebih terperinci materinya pengetahuan kewarganegaraan meliputi pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan proses demokrasi, lembaga pemerintahan dan non pemerintahan, identitas nasioanal, pemerintah berdasarkan atas hukum (rule of low) dan peradilan yang bebas dan tidak memihak, konstitusi, sejarah nasional, hak dan tanggung jawab warganegara, hak asasi manusia, hak sipil dan hak politik.
2.      Dimensi Keterampilan Kewarganegaraan (civic skills). Dimensi ini meliputi keterampilan partisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, misalnya : berperan aktif dalam mewujudkan masyarakat madani, ketampilan mempengaruhi, monitoring jawabanpemerintahan dan proses pengambilan keputusan politik, keterampilan memecahkan masalah-masalah sosial, keterampilan mengadakan koalisi, kerjasama dan mengelola konflik.
3.      Dimensi nilai Kewarganegaraan (civic values). Dimensi ini mencakup percaya diri, komitmen penguasaan atas nilai religius, norma dan moral leluhur, nilai keadilan, demokrasi, toleransi, kebebasan individual, kebebasan berbicara, kebebasan pers, kebebasan berserikat, berkumpul, perlindungan terhadap minoritas (Arsa, 2009:13-14).

            Warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge)  dan keterampilan kewarganegaraan (civic skills) akan menjadi warga negara yang berkompeten. Warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) serta nilai-nilai kewarganegaraan (civic values) akan menjadi warga negara yang memiliki rasa percaya diri, sedangkan warga negara yang menguasai keterampilan kewarganegaraan (civic skills) serta nilai kewarganegaraan (civic values) akan menjadi warga negara yang meiliki komitmen yang kuat. Kemudian warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan (civic knowledge)  memahami dan menguasai keterampilan kewarganegaraan (civic skills) serta memahami dan menguasai nilai-nilai kewarganegaraan (civic values) akan menjadi seseorang warga negara yang berpengetahuan, terampil dan berkepribadian.
            Deskripsi atau gambaran kualitas watak dan keterampilan para siswa sebagai sasaran akhir pembelajaran PKn tersebut, menunjukan suatu kompetensi atau kemampuan yang ketercapaiannya akan diupayakan secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangannya. Kemampuan ini merupakan paradigma baru PKn dalam rangka pengembangan kecerdasan warga negara (civic intellengence) yang mencakup dimensi spriritual, rasional, emosional, sosiokultur, tanggung jawab warga negara, serta partisipasi warga negara menopang tubuh dan berkembangnya warga negara, baik individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari nanti dan esok.
            Menurut Zuriah (dalam Arsa,2009:15), untuk mengupayakan ketercapaian akhir dari pembelajaran PKn yaitu warga negara indonesia yang baik, cerdas, terampil, agamais dan berbudi pekerti yang luhur, salah satu hal penting yang dapat dilakukan guru adalah melakukan penggeseran paradigma dari pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana guru mengajar menuju pembelajaran yang berorientasi pada bagaimana siswa dapat melakuakan serangkaian kegiatan belajar (learning activity). Selain itu sesuai dengan visi Pkn tersebut perlunya adanya pengembangan kemampuan  individu yang perlu di kontruksi. Karena setiap individu pada hakekatnya memiliki suatu kemampuan yang masih perlu dikembangkan oleh individu itu sendiri baik dari proses pembelajaran di sekolah maupun di masyarakat.
Proses pembelajaran yang lebih berorientasi pada bagaimana siswa melakukan belajar sesuai dengan karakteristik siswa masing-masing  sehingga perlunya adanya pendekatan khususnya dalam model pembelajaran yang digunakan oleh para guru (Nasution,1992:204). Model pembelajaran yang lebih menekankan pada bagaimana siswa berkembang sesuai dengan karakteritiknya adalah Model pembelajaran self directed learning  berbasis modul pembelajaran yang interaktif sehingga siswa akan lebih mudah memahai materi yang disajian sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

J-Theme