1. Rasional Perubahan
Bila dilihat dari landasan filosofisnya Perpres Nomer 36 Tahun 2005 untuk menggantikan Keppres No. 55 Tahun 2003 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Undang-undang untuk Kepentingan Umum sebagai Peraturan pelaksana Undang-undang yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Ternyata mendapat protes yang dilayangkan seiring terbitnya perpres ini. Protes yang dilakukan oleh berbagai kalangan ini bukan tanpa alas an ( Timbul permasalahan Formil dan permasalahan materiil khusunya mengenai pancabutan hak tanah oleh pemerintah). Mereka beranggapan bahwa peraturan presiden ini mencerminkan sikap pemerintah yang represif dan otoriter karena dalam pasal-pasal yang termuat dalam perpres tersebut, pemerintah dapat mencabut hak atas tanah milik rakyat, dengan mengatamakan kepentingan umum [Perpres No. 36 Tahun 2005, Bab II Pengadaan Tanah, Pasal 2, bagian (b)]. Selain itu, latar belakang ditetapkannya perpres ini, karena pemerintah sudah terlanjur membuat komitmen pada Infrastructur Summit 2005, yang lebih berpihak pada kaum pemodal (investor) ketimbang kepentingan umum (rakyat). Setelah 1 tahun kemudian Presiden Susilo mengganti Perpres No. 36 Tahun 2005 dengan Perpres No. 65 Tahun 2006. Berita di Kompas bahwa Peraturan Presiden Perubahan atas Perpres No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Perpres No 65/2006) terbit 5 Juni 2006. dimana Perpres No. 65 Tahun 2006 merupakan tindaklanjut atas rekomendasi Komisi II kepada Sekretaris Kabinet untuk mengubah Perpres No. 36 Tahun 2005. Selain itu juga untuk lebih meningkatkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
Dilihat dari landasan Yuridisnya, perubahan Perpres no 36 tahun 2005 menjadi Perpres no 36 tahun 2006, seperti yang tertuang dalam Perpres no 36 tahun 2006 pada “ Menimbang” Bahwa untuk lebih meningkatkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, dipandang perlu mengubah Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Selain itu dalam pembuatan Perpres 65 tahun 2006 juga memperhatikan sebagai acuan dalam pembaharuan/penyempurnaan perpres tersebut yaitu :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
3. Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106;
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2324
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501)
7. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bag Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Adapun Kelebihan dan kekurangan perpres no 65 tahun 2006 sebagai berikut :
Kelemahan :
1. Berpijak dari Naskah Akademis yang merupakan suatu acuan dalam pembuatan peraturan sehingga peran masyarakat aktif Namun dalam Perpres No 65 tahun 2006 serta yang sebelumnya tidak ada kejelasan akan naskah tersebut sehingga tidak dapat diperoleh kejelasan tentang falsafah, orientasi, dan prinsip dasar yang melandasinya. Hal ini sesuai dengan catatan, materi dalam perpres harus dimuat dalam undang-undang.
2. Pada Perpres No. 65 tahun 2006 yang merupakan pembaharuan dari perpres no 36 tahun 2005 adanya pengurang pembangunan fasilitas umum (termuat dalam pasal 5 ) dimana pada Perpres No. 36 tahun 2005 ada 21 model pembangunan fasilitas umum tetapi sekarang pada perpres yang baru hanya ada 7 model pembangunan fasilitas Umum. Namun yang jadi pertanyaan disini, apakah landasan pemikiran hal tersebut (Kekurangpastian akan dasar hukum maupun filosofisnya) sehingga pasal tersebut seakan-akan cacat hukum.
3. Penitipan Ganti rugi ke Pengadilan Negeri bila proses musyawarah mengenai harga tanah tidak selesai. Masalah utamanya adalah mekanisme penitipan ganti rugi kepada Pengadilan Negeri yang dapa pada pasal 10 Perpres No.65 tahun 2006, permasalahan penitipan uang ganti kerugian kepada Pengadilan Negeri (PN) bila lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, namun musyawarah tidak mencapai hasil setelah berlangsung 120 hari kalender (sebelumnya 90 hari). Perlu ditegaskan, penerapan lembaga penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan pada PN yang diatur dalam Pasal 1404 KUH Perdata keliru diterapkan dalam perpres ini. Selain keliru menerapkan konsep dan terkesan memaksakan kehendak sepihak, Pasal 10 ini tidak final. Secara hukum, Pasal 10 perpres ini tidak relevan karena tanpa menitipkan ganti kerugian pada Pengadilan Negeri, sudah ada jalan keluar yang diatur dalam UU No 20/1961.
4. Yang perlu diperhatikan juga dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 tersebut lebih mengemukakan atau mementingkan para investor ketimbang kepentingan umum. Dan hanya digunakan sebagai alat legitimasi bagi Negara/pemerintah untuk mengambil tanah rakyat secara paksa untuk kepentingan para investor. "Keberadaan Perpres 65 tersebut bukan memastikan tanah untuk rakyat, tapi bagaimana mengambil tanah dari rakyat,
5. Ketidakaktifan atau keikutsertaan anggota BPN (Badan Pertanahan nasional) dalam panitia pengadaan tanah bagi kepentingan umum masih minim? kurang. Padahal yang tahu lebih banyak tentang seluk beluk pertanahan di daerah tersebut adalah BPN setempat. Dengan adanya anggota BPN tentunya ada lebih banyak pertimbangan positif dalam memilih areal tanah untuk pembangunan kepentingan umum.
Kelebihan :
1. Berpijak dari pasal 1 ayat 3 dan pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Dibandingkan dengan perpres yang sebelumnya ada poin tentang pencabutan hak atas tanah. Dengan pencabutan hak atas tanah ini pemerintah memiliki kesempatan untuk mencabut hak atas tanah secara sewenang-wenang. Dengan peyempurnaan pasal ini diharaphan mampu menghilangkan kewenangan pemerintah mengenai pencabutan akan tanag secara paksa dan sepihak menurut kehendak pemerintah
2. Menurut Pasal 3 perpres no 36 tahun 2005, dalam pasal 3 ayat 2 tersebut termuat Pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan benda-benda yang Ada Di Atasnya. Namun ayat ini dihapus karena tidak sesuai dengan percabutan hak tanah terhadap Hak kepemilikan tanah.
3. Cara pengadaan tanah yang diterapkan pada Perpres no 36 tahun 2005 memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk melakukan cabut paksa terhadap tanah milik masyarakat yang akan dijadikan areal pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini karena masih ada cara pengadaan tanah dengan pencabutan hak atas tanah. Jika tidak dihasilkan keputusan dari proses perundingan ganti rugi dalam rangka penyerahan hak atas tanah, maka pencabutan hak atas tanah. Cara ini banyak mendapatkan kritik dari masyarakat, karena dianggap tidak adil dan aspiratif. Karena itulah untuk melindungi kepemilikan atas tanah adanaya perubahan
4. Perpres No. 36 Tahun 2005, belum adanya hal yang mengatur mengenai Badan Pertanahan Nasional, dimana kita ketahui bahwa lebih mengetahui seluk beluk pertanahan di daerah tersebut. Tetapi dengan disahkanya perpres yang baru, yaitu Perpres No. 65 Tahun 2006 pada pasal 6 ayat 5 menyatakan bahwa Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional.” dari pasal ini bahwa perpres yang sekarang sudah adanya Badan Pertanahan Nasional yang nantinya pelaksanaannya akan lebih efektif dan efisien
5. Seperti yang termuat dalam pasal 7c Perpres No. 36 Tahun 2005 yaitu tersurat bahwa dalam pasal tersebut menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan. Sehingga seakan-akan adanya suatu permainan politik yang dilakukan oleh pemerintah dalam urusan ganti rugi akan penyerahan hak atas tanahnya. (adanya ketidakpastian jumlah ganti rugi). Namun dengan direvisinya Perpres No. 36 tahun 2005 menjadi Perpres No. 65 tahun 2006, sehingga adanay perubahan yaitu pasal 7c yang menjelaskan bahwa, “menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan”
Bila dilihat dari landasan filosofisnya Perpres Nomer 36 Tahun 2005 untuk menggantikan Keppres No. 55 Tahun 2003 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Undang-undang untuk Kepentingan Umum sebagai Peraturan pelaksana Undang-undang yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Ternyata mendapat protes yang dilayangkan seiring terbitnya perpres ini. Protes yang dilakukan oleh berbagai kalangan ini bukan tanpa alas an ( Timbul permasalahan Formil dan permasalahan materiil khusunya mengenai pancabutan hak tanah oleh pemerintah). Mereka beranggapan bahwa peraturan presiden ini mencerminkan sikap pemerintah yang represif dan otoriter karena dalam pasal-pasal yang termuat dalam perpres tersebut, pemerintah dapat mencabut hak atas tanah milik rakyat, dengan mengatamakan kepentingan umum [Perpres No. 36 Tahun 2005, Bab II Pengadaan Tanah, Pasal 2, bagian (b)]. Selain itu, latar belakang ditetapkannya perpres ini, karena pemerintah sudah terlanjur membuat komitmen pada Infrastructur Summit 2005, yang lebih berpihak pada kaum pemodal (investor) ketimbang kepentingan umum (rakyat). Setelah 1 tahun kemudian Presiden Susilo mengganti Perpres No. 36 Tahun 2005 dengan Perpres No. 65 Tahun 2006. Berita di Kompas bahwa Peraturan Presiden Perubahan atas Perpres No 36/2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum (Perpres No 65/2006) terbit 5 Juni 2006. dimana Perpres No. 65 Tahun 2006 merupakan tindaklanjut atas rekomendasi Komisi II kepada Sekretaris Kabinet untuk mengubah Perpres No. 36 Tahun 2005. Selain itu juga untuk lebih meningkatkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
Dilihat dari landasan Yuridisnya, perubahan Perpres no 36 tahun 2005 menjadi Perpres no 36 tahun 2006, seperti yang tertuang dalam Perpres no 36 tahun 2006 pada “ Menimbang” Bahwa untuk lebih meningkatkan prinsip penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum, dipandang perlu mengubah Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Selain itu dalam pembuatan Perpres 65 tahun 2006 juga memperhatikan sebagai acuan dalam pembaharuan/penyempurnaan perpres tersebut yaitu :
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
3. Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-Undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106;
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2324
6. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3501)
7. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bag Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Adapun Kelebihan dan kekurangan perpres no 65 tahun 2006 sebagai berikut :
Kelemahan :
1. Berpijak dari Naskah Akademis yang merupakan suatu acuan dalam pembuatan peraturan sehingga peran masyarakat aktif Namun dalam Perpres No 65 tahun 2006 serta yang sebelumnya tidak ada kejelasan akan naskah tersebut sehingga tidak dapat diperoleh kejelasan tentang falsafah, orientasi, dan prinsip dasar yang melandasinya. Hal ini sesuai dengan catatan, materi dalam perpres harus dimuat dalam undang-undang.
2. Pada Perpres No. 65 tahun 2006 yang merupakan pembaharuan dari perpres no 36 tahun 2005 adanya pengurang pembangunan fasilitas umum (termuat dalam pasal 5 ) dimana pada Perpres No. 36 tahun 2005 ada 21 model pembangunan fasilitas umum tetapi sekarang pada perpres yang baru hanya ada 7 model pembangunan fasilitas Umum. Namun yang jadi pertanyaan disini, apakah landasan pemikiran hal tersebut (Kekurangpastian akan dasar hukum maupun filosofisnya) sehingga pasal tersebut seakan-akan cacat hukum.
3. Penitipan Ganti rugi ke Pengadilan Negeri bila proses musyawarah mengenai harga tanah tidak selesai. Masalah utamanya adalah mekanisme penitipan ganti rugi kepada Pengadilan Negeri yang dapa pada pasal 10 Perpres No.65 tahun 2006, permasalahan penitipan uang ganti kerugian kepada Pengadilan Negeri (PN) bila lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, namun musyawarah tidak mencapai hasil setelah berlangsung 120 hari kalender (sebelumnya 90 hari). Perlu ditegaskan, penerapan lembaga penawaran pembayaran yang diikuti dengan penitipan pada PN yang diatur dalam Pasal 1404 KUH Perdata keliru diterapkan dalam perpres ini. Selain keliru menerapkan konsep dan terkesan memaksakan kehendak sepihak, Pasal 10 ini tidak final. Secara hukum, Pasal 10 perpres ini tidak relevan karena tanpa menitipkan ganti kerugian pada Pengadilan Negeri, sudah ada jalan keluar yang diatur dalam UU No 20/1961.
4. Yang perlu diperhatikan juga dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 tersebut lebih mengemukakan atau mementingkan para investor ketimbang kepentingan umum. Dan hanya digunakan sebagai alat legitimasi bagi Negara/pemerintah untuk mengambil tanah rakyat secara paksa untuk kepentingan para investor. "Keberadaan Perpres 65 tersebut bukan memastikan tanah untuk rakyat, tapi bagaimana mengambil tanah dari rakyat,
5. Ketidakaktifan atau keikutsertaan anggota BPN (Badan Pertanahan nasional) dalam panitia pengadaan tanah bagi kepentingan umum masih minim? kurang. Padahal yang tahu lebih banyak tentang seluk beluk pertanahan di daerah tersebut adalah BPN setempat. Dengan adanya anggota BPN tentunya ada lebih banyak pertimbangan positif dalam memilih areal tanah untuk pembangunan kepentingan umum.
Kelebihan :
1. Berpijak dari pasal 1 ayat 3 dan pasal 2 ayat 1 menyatakan bahwa pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Dibandingkan dengan perpres yang sebelumnya ada poin tentang pencabutan hak atas tanah. Dengan pencabutan hak atas tanah ini pemerintah memiliki kesempatan untuk mencabut hak atas tanah secara sewenang-wenang. Dengan peyempurnaan pasal ini diharaphan mampu menghilangkan kewenangan pemerintah mengenai pencabutan akan tanag secara paksa dan sepihak menurut kehendak pemerintah
2. Menurut Pasal 3 perpres no 36 tahun 2005, dalam pasal 3 ayat 2 tersebut termuat Pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan benda-benda yang Ada Di Atasnya. Namun ayat ini dihapus karena tidak sesuai dengan percabutan hak tanah terhadap Hak kepemilikan tanah.
3. Cara pengadaan tanah yang diterapkan pada Perpres no 36 tahun 2005 memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk melakukan cabut paksa terhadap tanah milik masyarakat yang akan dijadikan areal pembangunan untuk kepentingan umum. Hal ini karena masih ada cara pengadaan tanah dengan pencabutan hak atas tanah. Jika tidak dihasilkan keputusan dari proses perundingan ganti rugi dalam rangka penyerahan hak atas tanah, maka pencabutan hak atas tanah. Cara ini banyak mendapatkan kritik dari masyarakat, karena dianggap tidak adil dan aspiratif. Karena itulah untuk melindungi kepemilikan atas tanah adanaya perubahan
4. Perpres No. 36 Tahun 2005, belum adanya hal yang mengatur mengenai Badan Pertanahan Nasional, dimana kita ketahui bahwa lebih mengetahui seluk beluk pertanahan di daerah tersebut. Tetapi dengan disahkanya perpres yang baru, yaitu Perpres No. 65 Tahun 2006 pada pasal 6 ayat 5 menyatakan bahwa Susunan keanggotaan panitia pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) terdiri atas unsur perangkat daerah terkait dan unsur Badan Pertanahan Nasional.” dari pasal ini bahwa perpres yang sekarang sudah adanya Badan Pertanahan Nasional yang nantinya pelaksanaannya akan lebih efektif dan efisien
5. Seperti yang termuat dalam pasal 7c Perpres No. 36 Tahun 2005 yaitu tersurat bahwa dalam pasal tersebut menaksir dan mengusulkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan. Sehingga seakan-akan adanya suatu permainan politik yang dilakukan oleh pemerintah dalam urusan ganti rugi akan penyerahan hak atas tanahnya. (adanya ketidakpastian jumlah ganti rugi). Namun dengan direvisinya Perpres No. 36 tahun 2005 menjadi Perpres No. 65 tahun 2006, sehingga adanay perubahan yaitu pasal 7c yang menjelaskan bahwa, “menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar